PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Teori belajar merupakan seperangkat prinsip yang sistematis dan berbasis penalaran sebagai kerangka konseptual yang telah teruji secara empiris dalam memberikan penjelasan dan pemecahan masalah fenomena pembelajaran. Para ahli psikologi telah lama mengembangkan teori-teori pembelajaran untuk mengungkap dan mendapatkan deskripsi mengenai apa, mengapa, dan bagaimana pembelajaran itu terjadi dalam kehidupan individu. Berbagai teori pun muncul sebagai salah satu tawaran pemecahan problematika dalam kegiatanpembelajaran, salah satunya yaitu teori belajar behavioristik yang telah banyak memberikan kontribusi dalam dunia pendidikan. Teori ini memaknai belajar sebagai sebuah latihan pembentukan stimulus dan respon.
Teori Behavioristik adalah teori yang mempelajari perilaku manusia. Perspektif behavioral berfokus pada peran dari belajar dalam menjelaskan tingkah laku manusia dan terjadi melalui rangsangan berdasarkan (stimulus) yang menimbulkan hubungan perilaku reaktif (respons) hukum-hukum mekanistik. Asumsi dasar mengenai tingkah laku menurut teori ini adalah bahwa tingkah laku sepenuhnya ditentukan oleh aturan, bisa diramalkan, dan bisa ditentukan. Menurut teori ini, seseorang terlibat dalam tingkah laku tertentu Karena mereka telah mempelajarinya, melalui pengalaman-pengalaman terdahulu,menghubungkan tingkah laku tersebut dengan hadiah. SeseorangMenghentikan suatu tingkah laku, mungkin karena tingkah laku tersebut belum diberi hadiah atau telah mendapat hukuman.
Teori behavioristik memandang, belajar adalah sebagai perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Dengan kata lain belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon. Teori behaviorisme menekankan belajar merupakan interaksi antara stimulus dan respon yang mengakibatkan perubahan tingkah laku.
Menurut Sardiman manusia datang kedunia ini tidak membawa ciri-ciri yang pada dasarnya “baik atau buruk”, tetapi netral. Oleh karena itu, hal yang bisa mempengaruhi perkembangan kepribadian individu tergantung pada lingkungannya. Sejalan dengan perihal tersebut, teori behavioristik memandang proses pembelajaran semata-mata untuk melatih refleks-refleks sedemikiaan rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu.
Ruang lingkup teori belajar behavioristik bersifat terbatas. Teori ini hanya memusatkan pada perilaku yang tampak dan bisa diamati. Oleh karena itu, sebagian besar contoh yang diberikan melibatkan pengendalian perilaku. Proses-proses belajaryang kurang tampak dan sukar diamati, seperti pembentukan konsep, belajar dari buku, pemecahan masalah, dan berfikir kurang diteliti oleh para behavioris.
BAB II
PEMBAHASAN
- Teori Belajar Behavioristic
Teori klasik belajar, teori belajar behavioristik, berpendapat bahwa seseorang dianggap belajar jika mengalami perubahan tingkah laku. Teori ini dikenal sebagai “teori belajar tingkah laku” karena pengertiannya adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari reaksi antara stimulus dan respons. Menurut teori behavioristik, seseorang dikatakan telah belajar sesuatu apabila ia mampu menunjukkan perubahan ini. Dalam teori ini, input adalah stimulus dan output adalah respons. Input dalam proses pembelajaran ini dapat berupa alat peraga, foto, atau teknik tertentu yang membantu belajar (Budiningsih, 2003). Menurut teori ini, input adalah stimulus dan output adalah respon. Stimulus adalah apa pun yang diberikan guru kepada siswa, sedangkan respon adalah reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Oleh karena itu, yang dapat diamati dan diukur adalah stimulus dan respon.
Dalam Nahar (2016), Jordan, Stack, dan Carlile (2009) menyatakan bahwa inti dari behaviorisme adalah sebagai berikut: (1) Behaviorisme berfokus pada peristiwa pembelajaran yang diamati seperti yang ditunjukkan oleh hubungan stimulus dan respon, (2) Belajar selalu melibatkan perubahan perilaku, (3) Proses mental tidak boleh termasuk dalam studi ilmiah tentang belajar, (4) Hukum yang mengatur pembelajaran berlaku untuk semua mahluk hidup, termasuk manusia, dan (5) Mahluk hidup memulai hidup sebagai papan tulis.
- Teori Belajar Menurut E. Thorndike (Koneksionisme)
Edwar L. Thorndike menemukan teori koneksionisme berdasarkan eksperimen yang dia lakukan pada tahun 1890-an. Eksperimen ini mengamati fenomena belajar dengan menggunakan hewan, terutama kucing. Thorndike belajar dari hewan, terutama kucing. Dia membuat eksperimen klasik yang menguji hukum pembelajaran secara empiris dengan menggunakan kotak teka-teki (lihat gambar 1). Thorndike kemudian sampai pada kesimpulan bahwa belajar adalah hubungan antara stimulus dan respons berdasarkan eksperimen tentang perilaku belajar hewan tersebut. Oleh karena itu, teori koneksionisme juga disebut sebagai “Teori Bond S-R” dan “Psikologi Belajar S-R”. Selain itu, teori ini juga dikenal sebagai “Belajar Trial and Error”. Dua hal utama yang mendorong fenomena belajar.
Situasi baru yang belum dikenal dihadapkan pada objek penelitian dan diminta melakukan berbagai aktivitas untuk mencoba merespon situasi itu. Dalam proses ini, objek mencoba berbagai cara untuk menghubungkan reaksi mereka dengan stimulasinya. Sebagai hasil dari pengamatan objek, dapat disimpulkan bahwa ada karakteristik belajar dengan trial and error, yaitu:
- Ada dorongan untuk aktivitas
- Ada berbagai reaksi terhadap situasi
- Aliminasi reaksi-reaksi yang gagal atau salah
- Reaksi-reaksi berkembang untuk mencapai tujuan penelitian.
Adapun dari hasil percobaan Thorndike maka dikenal 3 hukum pokok, yaitu :
- Hukum kesiapan (law of readiness) Hukum utama pembelajaran pertama, menurutnya, adalah ‘Hukum atau Kesiapan’ atau ‘Tendensi Tindakan Hukum’, yang berarti bahwa pembelajaran terjadi ketika kecenderungan tindakan ‘timbul melalui penyesuaian persiapan, pengaturan atau sikap. Kesiapan berarti persiapan untuk bertindak. Jika seseorang tidak siap untuk belajar, belajar tidak dapat secara otomatis ditanamkan dalam dirinya, misalnya, kecuali juru ketik, untuk belajar mengetik mempersiapkan dirinya untuk memulai, ia tidak akan membuat banyak kemajuan dalam cara yang lesu dan tidak siap
- Hukum latihan (law of exercise) menyatakan bahwa jika hubungan stimulusrespon sering terjadi, akibatnya hubungan akan semakin kuat, sedangkan makin jarang hubungan stimulus-respon dipergunakan, maka makin lemah hubungan yang terjadi. Hukum ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
- Law of Use: Jika ada tindakan yang diulangi oleh suatu organisme dalam kondisi tertentu, pembelajaran terjadi.
- Law of Disuse: Jika tindakan tidak diulangi oleh suatu organisme, tidak akan ada pembelajaran.
- Hukum akibat (law of effect) yaitu tanggapan yang menghasilkan efek memuaskan dalam situasi tertentu menjadi lebih mungkin terjadi lagi dalam situasi itu, dan tanggapan yang menghasilkan efek yang tidak menyenangkan menjadi lebih kecil kemungkinannya terjadi lagi dalam situasi itu (Gray, 2011, hal 108-109)
- Pengaplikasian Teori Belajar E. Thorndike dalam Pembelajaran
Teori belajar yang disusun oleh Edward Lee Thorndike dapat diaplikasikan dalam proses belajar mengajar dalam kelas, diantaranya:
- Guru harus menggunakan contoh sehari-hari untuk menjelaskan ide. Alat peraga alami akan lebih hidup.
- Untuk penguatan dan hafalan, metode latihan, seperti drill dan praktik, akan lebih baik. Dengan menggunakan teknik ini, siswa akan menerima stimulus yang lebih besar, yang akan menghasilkan lebih banyak respons.
- Penyusunan materi kurikulum menurut hierarki sangat penting. Materi terdiri dari materi yang mudah, sedang, dan sukar, menurut tingkat sekolah dan kelas. Materi yang lebih mudah dikuasai lebih mudah daripada materi yang lebih sukar. Dengan kata lain, untuk memahami topik berikutnya, seseorang harus terlebih dahulu memahami topik dasar.
- Kelebihan Dan Kekurangan Teori Belajar Thorndike
- Kelebihan:
- Membantu anak didik memeroleh pengalaman berharga melalui pengulangan dalam memecahkan masalah.
- Mendorong anak didik untuk berpikir linier, dan konvergen.
- Memfasilitasi prodrd pembentukan atau shaping untuk mencapai galeri tertentuji.
- Kekurangan:
- Kesulitan dalam menjelaskan situasi belajar yang kompleks karena tidak mampu mengatasi banyak variabel terkait dengan pendidikan.
- Tidak dapat menjelaskan alasan-alasan yang mengganggu hubungan antara stimulus-respon
- Memandang manusia terlalu mekanitis dan otomatis serig disamakan dengan dengan hewan, serta mengabaikan aspek pengertian sebaai unsur yang penting dan yang penting
BAB III
PENUTUP
- Kesimpulan
Teori Behavioristik adalah teori yang mempelajari perilaku manusia. Thorndike mengemukakan teori belajar koneksionisme, yang menyatakan bahwa perilaku setiap makhluk hidup merupakan interaksi antara stimulus dan respons. Belajar adalah proses mencoba dan gagal, di mana kegagalan adalah bagian alami dari pembelajaran. Teori ini juga dikenal sebagai “trial and error.” Dalam belajar, kita mencoba berbagai respons terhadap situasi tertentu, dan melalui proses ini, kita membentuk koneksi-koneksi antara stimulus dan respon.
Dalam Pengaplikasiannya guru dapat menerapkan metode percobaan dalam pembelajaran. Siswa diberi kesempatan untuk mencoba berbagai pendekatan atau strategi hingga menemukan yang paling efektif. Thorndike menekankan bahwa pembelajaran yang memberikan dampak positif akan memotivasi siswa untuk belajar lebih lanjut. Guru dapat memberikan penguatan positif, seperti pujian atau penghargaan, untuk meningkatkan motivasi belajar siswa. Keterampilan yang harus diasah melalui latihan dan pengulangan. Guru dapat merancang aktivitas yang memungkinkan siswa berlatih secara berulang-ulang untuk memperkuat keterampilan.
- Saran
Guru dapat menggunakan variasi metode pembelajaran untuk menghindari kebosanan dan memperkaya pengalaman belajar siswa. Penguatan positif dan juga umpan balik yang konstruktif harus diterapkan secara konsisten. Selain itu, proses pembentukan koneksi antara stimulus dan respons memerlukan waktu dan kesabaran. Guru dan siswa perlu bersabar dalam menghadapi tantangan pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Bakhtiar, F. A., & Gr, M. P. (2013). Teori Belajar dari Edward Lee Thorndike. Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689-1699.
Mohamad Surya, Psikologi Guru: Konsep dan Aplikasi dari Guru untuk Guru (Bandung: Alfabeta, 2013), 127-128.
Amsari, D. (2018). Implikasi teori belajar E. Thorndike (Behavioristik) dalam pembelajaran matematika. Jurnal Basicedu, 2(2), 52-60.
Rifan. (n.d.). Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar Thorndike. Retrieved from https://anwar-math.blogspot.com/2014/10/kelebihan-dan-kekurangan-teori-belajar.html?m=1
Muazzaroh, F. (2017). Reaktualisasi Pendidikan Behavioristik. Jurnal Pendidikan dan Pranata Islam, 8(2), 266-267.